Gledeknews, Lombok Timur – Adanya kasus kematian pasien di RSUD Soedjono selong beberapa waktu yang lalu menunjukkan ada beberapa hal yang harus dievaluasi di pihak eksternal Rumah Sakit Daerah maupun dalam konteks Pembangunan menyeluruh di kabupaten Lombok Timur.
Berbicara pembangunan, saat ini kita mengacu kepada SDGs. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan dan sasaran global tahun 2030 yang dideklarasikan baik oleh negara maju maupun negara berkembang di Sidang Umum PBB pada September 2015.
Adapun ke 17 tujuan tersebut yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Melihat hal itu, seharusnya setiap nadi pembangunan yang ada di seluruh negeri tercinta ini harus mengacu kepada tujuan tersebut. Walaupun setiap daerah memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing, namun roh dan nadi pembangunan tidak boleh berbeda. Secara teknis boleh berbeda, namun tujuan besarnya harus sama.
Kembali kepada kasus adanya pasien yang meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soedjono Selong beberapa waktu yang lalu harus menjadi pukulan telak bagi Pemerintah Daerah Lombok Timur untuk mau mengevaluasi kinerja jajarannya.
Kasus ini harus bisa dijadikan pembelajaran bersama untuk saling memperbaiki, bukan malah mencari pembenaran masing-masing. Pasal 28H dan pasal 34 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan negara wajib memberikan pelayanan kesehatan tersebut tanpa diskriminasi.
Saat ini, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan telah mengatur layanan untuk kelompok rentan.
Pelayanan kesehatan harus tanpa diskriminasi dan tanpa pembedaan bagi setiap warga masyarakat. Seluruh pelayanan kesehatan bisa diakses oleh seluruh rakyat Indonesia, seperti disabilitas dan masyarakat rentan lainnya.
Jika RSUD Soedjono Selong mau terbuka dan menjadi rumah sakit daerah yang inklusif harus memiliki enam domain yaitu tata kelola, praktik manajemen, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, aksesibilitas, dan jejaring kemitraan. Namun anehnya, di beberapa media online, pihak RSUD Soedjono Selong malah membuat klarifikasi yang sifatnya melakukan pembenaran dan membela diri.
Jika dilihat dari perspektif korban, hal ini secara tidak langsung akan membuat keluarga korban semakin tertekan. Harusnya pihak RSUD melakukan evaluasi menyeluruh dan membuat terobosan yang sifatnya perbaikan dalam hal pelayanan dan lainnya. Bukan malah sibuk membuat pembelaan.
RSUD Soedjono Selong kedepannya harus mampu mewujudkan kebijakan berbasis kesetaraan gender, disabilitas, dan sistem sosial dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Perspektif itu memberikan kerangka berpikir kepada para pemangku kebijakan publik di Kabupaten Lombok Timur agar memperhatikan masyarakat yang kerap termarjinalkan dalam kehidupan sosial.
Pengintegrasian perspektif pro-Gedsi (Gender Equality, Disability and Social Inclusion) ke dalam kebijakan kesehatan nasional merupakan langkah penting sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan secara inklusif bagi seluruh warga negara. Memang harus kita akui saat ini terdapat sejumlah kendala pelayanan kesehatan diidentifikasi Kementerian Kesehatan RI yang tertuang pada cetak biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan.
Kendala pelayanan tersebut, antara lain terjadi pada layanan primer dan sekunder, layanan farmasi dan alat kesehatan, layanan pembiayaan kesehatan, layanan manajemen internal kesehatan, dan layanan bioteknologi.
Upaya menghadirkan layanan kesehatan inklusif itu dilakukan dengan merancang tata kelola yang meliputi visi dan misi, penegasan standar operasional rumah sakit, evaluasi, hingga monitoring yang bertujuan menghadirkan layanan bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Visi dan misi untuk menghadirkan layanan yang inklusif itu, harus dijabarkan dalam bentuk produk layanan dan fasilitas yang mendukung layanan kesehatan yang inklusif.
Sebagai contoh, sejak di lokasi parkir, manajemen rumah sakit sudah memberi bantuan kepada pasien-pasien disabilitas, anak-anak, masyarakat miskin, perempuan, lansia yang akan berobat, di selasar ada fasilitas bagi masyarakat rentan dan disabilitas agar mudah menuju tempat periksa, dan sejumlah kemudahan lainnya.
Semua layanan tersebut, juga harus dimonitor secara berkala dalam rangka terus menyempurnakan layanan inklusif yang diberikan. Untuk itu semua pihak harus saling mendukung, RSUD Soedjono selong butuh dukungan banyak pihak dalam mengupayakan layanan kesehatan yang inklusif agar layanan bagi masyarakat yang rentan dapat terus dilakukan.
Dengan adanya dukungan serius dari Pemerintah Lombok Timur terkait capaian Universal Health Coverage (UHC) pada angka 98 persen pada tahun 2024 ini. UHC merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, bermutu dengan biaya terjangkau. UHC mengandung dua elemen inti yakni Akses pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga dan Perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan.
Jika mengacu kepada hal tersebut diatas, sudah seharunya tidak ada lagi kita temukan bahwa masyarakat ditolak oleh layanan kesehatan dimanapun di Kabupaten Lombok Timur ini. Semoga, kasus ini akan menjadi pembelajaran yang sangat berharga untuk kita semua saling memperbaiki dan saling mendukung.
Pihak RSUD harus mau menerima segala kekurangannya dengan berbesar hati untuk memperbaiki kedepannya. Pemerintah daerah pun harus mau melihat dimana ada kurang terkoneksinya segala capaian pembangunan yang selama ini jika dilihat dari angka sudah sangat mentereng.
Sehingga segera dievaluasi untuk mendapatkan perbaikan kinerja dan sistim yang ada. Keberhasilan pembangunan kedepannya akan berhasil jika semua pihak terlibat dan saling terbuka, tanpa mencari kambing hitam, tanpa mencari kesalahan.
Setiap kejadian harus menjadi pembelajaran bersama menuju Lombok Timur yang Inklusif, menuju pelayanan yang inklusif. Semua demi masyarakat dan kebaikan Lombok Timur.(*)
Oleh : Dr. Maharani/Peneliti Kebijakan Lombok Research Center (LRC)