Gledeknews, Lombok Timur – Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) Kombes Pol. Arman asmara Syarifuddin S.IK, MM mengatakan, pada prinsipnya penetapan tersangka dalam kasus pelecehan seksual yang pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Lombok Timur (Lotim). Sesuai dengan standar aturan yang berlaku.
Demikian diungkapkan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol. Arman asmara Syarifuddin, saat dikonfirmasi terkait kasus pelecehan seksual di Lotim, Senin (12|6)
“Pada prinsipnya Polda menetapkan tersangka sesuai dengan standar dua alat bukti atau lebih, itu diatur dalam pasal 184,” katanya.
Menurutnya, penetapan tersebut sudah sesuai dengan aturan. Namun terkait dengan apa yang menjadi asumsi atau anggapan dari pihak kuasa hukumnya tersangka, hal tersebut tidak menjadi masalah
“Itu sudah sesuai aturan dan sudah sesuai SOP dan tidak ada masalah. Kalau itu kan hanya anggapannya saja,” terangnya.
Atus itu, pihaknya tegaskan perkara ini sudah sesuai tahapan, karena dimulai dari laporan yang di terima oleh Polisi dari masyarkat, kemudian ditindaklanjuti untuk dilakukan penyidikan, penyelidikan dan menetapkan orang sebagai tersangka dengan dua alat bukti atau lebih.
“Kepolisian bekerja sesuai tahapan, ditetapkan tersangka sudah disertai dengan dua alat bukti dan itu kuncinya,” tegasnya.
Namun begitu, apa bila pihak kuasa hukum tersangka beranggapan dan berasumsi berbeda. Kepolisan persilahkan dari pihak kuasa hukum tersangka untuk menggunakan ruang sesuai dengan ketentuan aturan untuk melajukan pembuktian dan pengujian.
“Yang bersangkutan menganggap ada kesalahan dalam penetapan tersangka, kan sudah disiapkan jalurnya dan kita uji,” cetusnya.
Apa pun bentuk kasus, tambah dia, kepolisian menggunakan tahapan investigasi dan semuanya itu didasarkan dengan alat bukti yang ada, karena dasarkan tersebut dijadikan acuan, untuk dapat menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak.
“Yang menentukan itu adalah alat bukti yang ada apakah ada tindak pidana atau tidak,” tandasnya.(GL)