GledekNews-Lotim. Siapapun calon kepala daerah Lombok Timur (Lotim) ke depan haruslah bisa merealisasikan mimpinya. Mimpi yang besar (big dream) untuk mensejahterakan rakyat tidak hanya membelanjakan anggaran yang sudah ditransfer oleh pusat. Calon bupati harus bisa menyiasati anggaran, yang sebelumnya tidak ada menjadi ada.
Anggota DPRD NTB dari Fraksi PAN,TGH. Najamuddin, Senin mengatakan, kalau hanya membelanjakan anggaran yang memang sudah ada, tidak perlu terlalu pintar untuk tampil sebagai kepala daerah. ‘’Kalau berharap DAU dan DAK masuk dalam APBD dan dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, maka tidak akan diperoleh kesejahteraan yang diinginkan oleh rakyat,’’ katanya.
Menurut Najamuddin yang juga pengusaha beragam industri agro ini, menjadi bupati haruslah mampu. ‘’Mampu merencanakan pembangunan yang dituangkan dalam RPJMD sesuai kemampuan anggaran, tidak malah melampaui kemampuan keuangan daerah,’’ katanya. Kalau pun melampaui anggaran yang tersedia, menurut Najamuddin, maka bupati harus bisa mencari sumber-sumber anggaran yang sah. Karena itulah, menurut Najamuddin, peluang yang diberiksan oleh regulasi negara ini dalam UU Otonomi Daerah, yakni daerah diberi keleluasaan untuk melakukan pinjaman, baik di lembaga keuangan milik negara, bahkan di luar negeri. ‘’Kesempatan untuk mensejahterakan rakyat terbuka lebar. Tapi bupati mau atau tidak?’’ katanya.
Kalau bupati mau merealisasikan mimpi besarnya, katanya, apakah telah tersedia SDM di daerah untuk mendukung semua itu? ‘’Karena itulah, sebaiknya kepala daerah itu menyiapkan dan mengalokasikan posisi rakyatnya yang memiliki SDM bagus untuk duduk di lembaga-lembaga bentukan bupati,’’ katanya. ‘’Cara yang benar ialah, apabila Anda datang menghadap ke bupati, seharusnya bupati tanya, apa yang kamu bisa dan mampu mengerjakannya. Bupati akan membiayai ide besar itu dengan anggaran yang besar juga, sebab berujung kepada kesejahtreraan rakyat,’’ tambahnya.
Namun yang terjadi saat ini, sejauh pengamatan Najamuddin, yakni lembaga-lembaga bentukan bupati tidak mumpuni dari sisi personelnya. ‘’Sebab mereka yang duduk di situ adalah orang-orang yang kemarin dianggap berjasa memenangkannya menjadi bupati,’’ katanya. Lihatlah apa yang terjadi kemudian, dengan gampang bupati menandatangani surat yang terkadang melampaui kewenangannya sebagai kepala daerah, lalu jadi gaduh, dan bahkan bermuara ke aparat penegak hukum (APH). (Red).