Gledeknews, Lombok Timur – Peneliti Kebijakan LRC meyoroti dan angkat bicara atas terjadinya peristiwa meninggalnya seorang anak umur 7 tahun yang berasal dari Kembang Kerang, Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur (Lotim) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Soedjono Selong gara-gara terlambat diberikan pelayanan.
“Hampir seminggu ini, kita masyarakat Lotim disuguhkan oleh berita yang cukup miris dan menyesakkan hati sebagai masyarakat Lotim, dikarenakan di beberapa media online banyak sekali berita yang berseliweran dengan mengangkat judul bahwa masyarakat miskin tidak boleh sakit, ucap Dr. Maharani peneliti kebijakan Lombok Research Center (LRC) saat dikonfirmasi pada Senin (29/7).
Menurutnya, petaka pelayanan RSUD Soejono Selong, nyawa pasien melayang, gara-gara tidak memiliki uang 1 Juta. Sementara dalam salah satu judul berita media “Nyawa pasien melayang, Direktur RSUD Dr. R Soejono Selong mencari pembenaran” (Judul berita-red).
Masih banyak lagi judul yang membuat sebagai masyarakat Lotim merasa ada yang salah dengan pelayanan yang ada di rumah sakit daerah Lotim ini. Di sisi lain, pemerintah daerah pun saat ini sedang gencar menyelesaikan target pemerintah pusat untuk terus berupaya mengejar target capaian Universal Health Coverage (UHC) pada angka 98 persen pada tahun 2024 ini.
UHC merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, bermutu dengan biaya terjangkau.
“UHC mengandung dua elemen inti yakni Akses pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga dan Perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan,” jelasnya
Dimana dalam rangka mewujudkan UHC, Pemerintah Indonesia telah selenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/KIS) sejak 1 Januari 2014. Program ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Program JKN/KIS bertujuan untuk memberikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan finansial.
Bahkan di beberapa media online Pj Bupati Lombok Timur M. Juaini Taofik mengatakan di 2024 ini Lotim harus dapat mencapai UHC. Dukungan dari semua pihak atas komitmen anggaran pun telah disiapkan melalui APBD guna mendukung target itu.
“Saat ini berdasarkan data UHC kita masih berada pada angka 95,93 persen dengan tingkat keaktifan 71,67 persen,” ujarnya.
Tidak hanya pemerintah daerah Lotim saja yang terus bergerak, namun pihak BPJS Kesehatan Cabang Selong terus bergerak mengejar target Universal Health Coverage (UHC) di Lombok Timur yaitu 95 persen.
Sementara dimedia online Kepala Cabang BPJS Kesehatan Selong Gusti Ngurah Catur Wiguna mengatakan bahwa sesuai RPJMN capaian UHC ditarget 95 persen tahun 2023. Itu artinya, papar Catur, tinggal 5 persen lagi atau sekitar 65 ribu warga Lombok Timur diupayakan terdaftar sebagai peserta BPJS.
Sedangkan Terkait dengan cakupan kepesertaan, Catur menegaskan, pihaknya terus melakukan berbagai upaya termasuk dengan berkoordinasi dengan pemda dan semua pihak sehingga target UHC tahun ini bisa tembus 95 persen.
Artinya ditegaskan, bahwa semua pihak bergerak untuk mensukseskan capaian UHC, namun kerja keras ini seakan ternoda oleh kasus yang terjadi di RSUD Sujono Selong beberapa waktu yang lalu.
Maharani juga menegaskan bahwa saat ini pemerintah daerah hanya mengejar target dan angka saja dalam pembangunan sehingga lupa kepada hal-hal yang sifatnya teknis.
“Sebagai contoh apa yang terjadi dalam kasus kematian anak di Rumah Sakit RSUD Sujono Selong, saat ini Pemkab Lotim hanya mengejar Target dalam bentuk angka saja dalam pembangunan, tegasnya.
Maharani juga mengatakan bahwa Sebagai badan layanan publik, rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal dan memuaskan kepada masyarakat sehingga sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebuah rumah sakit harus memiliki standar pelayanan agar menjamin kepuasan dan keamanan pasien.
Standar pelayanan minimal juga merupakan konsekuensi atas ditetapkannya rumah sakit menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Ditetapkannya rumah sakit sebagai badan layanan umum, rumah sakit harus dapat menunjukkan akuntabilitasnya baik secara teknis maupun keuangan, terhadap pemerintah dan terhadap masyarakat.
Adanya standar pelayanan minimal dapat dijadikan indikator dan target pencapaian kinerja yang dapat diterima oleh pemerintah dan masyarakat dengan optimalisasi dan pengembangan sumber daya dan prosedur pelayanan yang ada.
Sehingga kedepannya, pemerintah daerah jangan hanya mengejar angka dan pendapatan asli daerah sehingga lupa akan bentuk pelayanan yang maksimal bagi masyarakatnya.
Menurutnya seharusnya pihak Sumah Sakit meminta maaf kepada masyarakat dan harus mengevaluasi kinerja jajarannya. “Jangan mencari pembenaran yang hanya akan membuat isu ini menggelinding kemana mana, tandasnya.(GL)