Oleh : Nurul Utami
(Ketua Solidaritas Perempuan Mataram)
Perkembangan situasi dan kondisi perempuan saat ini sangat mencerminkan tingkat pemahaman terhadap akar persoalan penindasan perempuan. Bagaimana perempuan dipandang didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara saat ini menunjukkan bahwa Budaya patriarkhi masih ada dan melekat di generasi sekarang. Budaya patriarkhi yang di tuding menjadi penyebab akar penindasan perempuan ini adalah Budaya yang memandang ada klas jenis kelamin di dalam masyarakat, baik dalam tatanan kehidupan di domestik maupun di Publik di dalam kehidupan berumah tangga dan di kehidupan berbangsa dan bernegara. Begitupun didalam ruang pengambilan keputusan terhadap keberlanjutan kehidupan ke 2 jenis kelamin , yaitu laki laki dan perempuan. Teori teori tentang kesetaraan dan keadilan gender bukan lagi menjadi hal baru ditengah era digitalisai dan globalisasi , akan sangat mudah menemukan teori dan ilmu tentangnya, namun situasi dan kondisi ini masih juga terjadi. Dimana pemahaman tentang Budaya ini membuat salah satu jenis kelamin terdiskrimasi dan cenderung mengalami ketidakadilan. Begitupun dalam pencarian nafkah untuk kehidupan keluarga dan rumah tangga yang didalamnya tentu saja ada kedua jenis kelamin didalamnya. Yaitu laki laki dan perempuan. Bias pemahaman tentang Kodrat salah satu jenis kelamin juga menjadi persoalan. Kodrat yang menurut bahasa aslinya adalah artinya Pemberian dari ALlah sang Pencipta sejak lahir,dan tidak bisa berubah sepanjang manusia itu hidup. Bila dia dilahirkan sebagai laki laki maka identitas dan ciri cirinya melekat yang akan menunjukkan dia sebagai laki laki seperti jenis kelaminnya ,alat kelaminnya penisnya ,spermanya, merupakan kodratnya sebagai laki laki , sedangkan perempuan kodratnya adalah memiliki vagina,rahim,sel telur,kelenjar susu dan lainnya yang tidak bisa dirubah dan ditukar dengan laki laki. Namun pemahaman Kodrat ditengah budaya ini dianggap sebagai peran peran. Hal inilah yang penting diluruskan bahwa kodrat perempuan terutama adalah hamil, melahirkan,menyusui dan bukan diperan nya mengasuh, mendidik,memasak,mencuci bahkan melayani salah satu jenis kelamin. Perempuan tidak ditakdirkan atau di “Kodratkan” menjadi pelayan,tidak ada relasi kuasa atau Hirarki kuasa dalam rumah tangga ,antara pelayan dan yang dilayani (tuan).
Begitupun didalam pencarian nafkah, Perempuan dianggap sebagai pencari nafkah tambahan ,sering perempuan bahkan menjadi tulang punggung pencari nafkah utama di Rumah Tangganya namun tetap saja tidak dianggap atau tidak bernilai. Karena kentalnya Budaya partriarkhi ditengah masyrakat yang menganggap peran sebagai kodrat.
Perempuan Bekerja di domestik
Bekerja nya perempuan di domestik dianggap sebagai kerja reproduktif sehingga tidak bisa dinilai dengan uang atau kapital , kerja kerja domestik perempuan dalam budaya Patriarkhi identik dan dilekatkan dengan kerja kerja pengasuhan,pelayanan , dan juga kerja kebersihan,penyedia pangan keluarga namun tetap saja dianggap bukan kerja produktif. Betapa banyak pelekatan kerja yang di lekatkan kepada perempuan ,dan semuanya adalah peran peran strategis bagi keberlanjutan sebuah rumah tangga yang dibangun oleh pasangan yang nota bene laki dan perempuan, namun beban kerja domestik melekat pada salah satu jenis identitas seksual yaitu perempuan , meskipun perempuan itu membangun usaha produktif seperti Home industri atau industri rumahan dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tetap dianggap tidak menghasilkan , tidak dapat dinilai sebagai penghasilan tetap dinilai sebagai usaha ‘membantu” pencari nafkah utama yaitu laki laki. Karena peran pencari nafkah utama yang dilekatkan pada jenis kelamin laki laki.
Perempuan yang bekerja di sektor Publik
Perempuan hanya akan dianggap menghasilkan bila bekerja di sektor Publik baik di sektor formal maupun non formal. Di sektor informalpun dianggap sebagai klas lebih rendah dari sektor formal. Keterbatasan akses perempuan terhadap jenjang pendidikan yang setara dengan laki laki menyebabkan perempuan yang lebih banyak mendapatkan ruang bekerja di sektor informal dimana yang dijadikan syarat rekrutmen disektor formal adalah jenjang pendidikan yang kadang tidak dapat dipenuhi perempuan. Ruang publik pun membuat perempuan terbagi dalam klas klas lagi dan selalu dibawah klas jenis kelamin laki laki . Kembali perempuan di klasifikasi dalam klas meskipun mereka penghasilannya bisa jadi lebih tinggi dari sektor formal tetap saja identitas kerja nya itu dipandang di second class . Situasi dan kondisi perempuan di Budaya Patriarkhi ini sangat lah berat dan rentan mengalami penindasan. Semakin banyak identitas perempuan maka akan semakin banyak lapisan penindasan yang dialaminya. Ini fakta dan situasi yang ada ditengah tengah masyarakat kita yang masih kental dengan Budaya patriarkhinya. Disamping banyak nya teori teori tentang ketidak adilan terhadap perempuan dan ruang ekspresi mereka dalam bekerjapun faktanya menunjukkan adanya klasifikasi ,diskriminasi dan lapisan penindasan yag dialami perempuan yang bekerja.
Pertanyaan klasik yang sering muncul di setiap sesi sesi diskusi dengan banyak entitas masyarakat adalah “ dimana posisi idealnya perempuan dalam rumah tangga dan dalam mencari nafkah atau bekerja mencari nafkah ? mari renungkan bersama dan kita lihat bersama di sekeliling kita . Apakah perempuan bekerja mendapat apresiasi dan mendapatkan penghargaan atau nilai dari hasil kerjanya yang sama dengan laki laki ? dan apakah dengan bekerja nya perempuan akan mampu menyelesaikan persoalan kebutuhan rumah tangganya. Tentu saja jawaban kita akan berbeda beda. Yang paling penting dan prinsip adalah ,ajakan dan gerakan bersama. Perempuan tahu ,perempuan sadar dan perempuan bergerak bersama untuk kedaulatan perempuan.
Gerakan perjuangan penegakan keadilan terhadap perempuan sudah dimulai di sekitar abad ke 16 dan mulai terdokumentasi di abad ke 17 karena budaya menulisnya dibelahan dunia bagian barat, di dunia bagian timur yang cenderung dengan budaya Lisannya tidak terekam dalam tulisan, karena di dunia bagian Timur budaya yang ada adalah budaya lisan.Kata Feminisme (dengan huruf F), masih banyak ditakuti orang, khususnya dalam masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena orang belum memahami apa arti sebenarnya, dan di Indonesia politik secara sengaja “menguburkan” gerakan Feminisme yang sebenarnya sudah dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia.
Bung Karno dalam pemerintahannya memberi kesempatan kepada gerakan
Feminisme di Indonesia (baca buku Bung Karno “SARINAH”) Namun selama
pemerintahan Orde Baru, gerakan PKK dan Dharma Wanita menggantikan gerakan Feminisme yang revolusioner dengan gerakan PKK dan Dharma Wanita yang Reaksioner
Pada dasarnya Feminisme adalah suatu kesadaran tentang adanya ketidak adilan terhadap perempuan secara sistematis dan di seluruh dunia (universal).
Nancy F.Cott dalam bukunya The Grounding of Modern Feminism mengatakan bahwa sukar untuk membuat definisi Feminisme, karena sukar mencari kata-kata yang menggambarkan perubahan status perempuan yang selama ini sudah terkonstruksi oleh sosial budaya.Baru pada tahun 1933, Kamus Oxford memasukkan kata feminisme yang diberi arti : “pandangan dan prinsip-prinsip untuk memperluas pengakuan hak-hak perempuan”. Namun pengertian inipun dirasa belum menggambarkan arti Feminisme yang sebenarnya. Pengertian Feminisme mengandung dua hal sangat penting yaitu kesadaran dan perjuangan, sehingga dalam prosesnya menjadi ideology atau gerakan (movement) . Nancy mengatakan bahwa pengertian Feminisme mengandung tiga komponen penting :
(1) Suatu keyakinan bahwa tidak ada perbedaan hak berdasarkan sex (sex equality). Ini berarti gerakan perubahan menentang adanya posisi hirarkis diantara jenis kelamin. Persamaan bukan hanya kuantitas tetapi mencakup kualitas.Relasi hirarkis mengakibatkan posisi timpang, antara superior dan inferior, dimana terjadi control dari kelompok superior terhadap kelompok inferior.
(2) Suatu pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi konstruksi sosial budaya yang merugikan kaum perempuan.Relasi laki-laki dan perempuan yang sekarang terjadi adalah hasil konstruksi sosial budaya, bukan kodrat (nature) berasal dari Allah.
Berkaitan dengan komponan ke dua, muncullah identitas gender dan peran gender, identitas dan peran yang ditentukan oleh sosial budaya.
Demikian sekapur sirih tulisan ini semoga bermanfaat dapat membuka wawasan dan daya pikir kritis kita terutama permpuan dalam berjuang mengakkan keadilan terhadap dirinya dan juga perempuan lainnya. Perempuan bergerak ,perempuan berdaulat. (penulis)