GledekNews-Nasional. Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas menilai adanya kontroversi kesalahan pengetikan dalam UU Cipta Kerja yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada hari Selasa, 03 November 2020.
Kesalahan redaksional yang terjadi pada UU Cipta Kerja atau Omnibus Law bukan karena faktor kesengajaan tapi murni karena kesalahan pengetikan menyangkut pasal rujukan dan kesalahan tersebut bukan terletak pada substansinya, sehingga pemerintah hanya perlu berkoordinasi dengan DPR RI untuk mengubah pasal-pasal yang terdapat kesalahan pengetikan oleh DPR dan Pemerintah saja, karena perubahan tersebut tidak mengubah roh Undang-Undang. Ujar Ketua Banleg DPR RI tersebut. Rabu, 04/11/2020.
Lebih lanjut Supratman menyampaikan “dapat dilakukan koreksi terhadap redaksi yang ada karena semata-mata kesalahan pengetikan saja, kemudian diundangkan, tanpa perlu tanda tangan presiden lagi”
Atas adanya perubahan redaksional tersebut, maka DPR RI akan bertanggungjawab bersama pemerintah, bahwa tidak akan mengubah substansi UU Cipta Kerja, karena kesalahan yang terjadi pada UU Cipta Kerja tersebut murni kesalahaan administratif, walau memang untuk perubahan seperti itu tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
“Justru kalau diatur secara tegas, lalu kita langgar itu yang bahaya dan tidak boleh” Beber Supratman.
Supratman yang dikenal sebagai politikus Partai bentukan Probowo Subiyanto yaitu Partai Gerindra menyatakan “bahwa kesalahan redaksional dan upaya perbaikan yang akan ditempuh pemerintah dan DPR RI setelah ditandatangani Presiden dalam kasus UU Cipta Kerja merupakan kasus yang pertama kali terjadi dalam pembentukan dan pengesahan Undang-Undang tapi kalau sebelum presiden tanda tangan, hampir semua Undang-Undang mengalami perbaikan redaksional dan sebelumnya harus dibaca dan dipelajari kembali dengan penuh teliti dan cermat oleh Mensesneg.
Bahwa pendapat Dr. Supratman selaku Ketua Badan Legislasi DPR RI tersebut ternyata berbeda dengan pendapat beberapa Pakar Hukum Tata Negara sebagaimana dilansir oleh media online tirto.id yang merilis pendapat para ahli hukum tata negara, bahwa perubahan sebuah undang-undang tetap harus mengikuti tahapan yang diatur dalam undang-undang. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti, mengatakan sebuah peraturan, setelah diundangkan, maka mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sedangkan pengajar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti juga menyampaikan penafsirannya “Terhadap kesalahan di Pasal 6 (hlm. 6) dan Pasal 175 (hlm. 757) itu, tidak bisa lagi dilakukan perbaikan secara sembarangan seperti yang terjadi sebelum UU ini ditandatangani dan jika pemerintah kemudian menganggap kekeliruan itu hanya semata kekeliruan administrasi, maka itu sama saja mengerdilkan makna proses legislasi”. (WG-12).