GledekNews-Mataram. Lombok Global Institute bersama perwakilan insan media NTB menggelar diskusi ringan bertema Pers Anti Hoax dan Anti Radikalisme.
Diskusi ringan dirangkai dengan silaturahmi Ramadhan dan buka puasa bersama dilaksanakan pada Kamis (6/5) di Cafe Up Normal, Kota Mataram.
“Kegiatan ini dilakukan sekaligus silaturahmi Ramadhan. Kita bahas tentang pentingnya peran pers, rekan-rekan media dalam melawan penyebaran hoax dan juga melawan radikalisme,” kata Direktur Logis, M Fihiruddin.
Dalam diskusi terungkap bahwa peran pers menjadi sangat penting dalam menangkal hoax. Karena itu sangat penting dilakukan proses cek dan ricek, dan juga konfirmasi demi keberimbangan sebuah pemberitaan.
Salah satu contoh kasus yang diangkat dalam diskusi adalah kasus perkelahian antar keluarga di Lombok Tengah, yang kemudian diviralkan seolah-olah kasus tersebut merupakan penyerangan berbau SARA oleh netizen.
Redaktur Koran NTB, Satria Zulfikar menegaskan, pemberitaan kasus tersebut sudah proporsional dan menggunakan standar kaidah jurnalistik yang paripurna. Namun perkembangan digital yang memudahkan netizen mengedit dan merepost kembali screenshoot judul berita membuat potensi hoax diangkat ke permukaan.
“Jadi yang diberitakan oleh media memang tentang perkelahian antar keluarga akibat sengketa tanah. Tetapioleh netizen tertentu justru di-frame jadi isu SARA. Disinilah pentingnya media dan organsisasi wartawan dan media untuk melawan potensi hoax yang disebarkan melalui media sosial,” ujar Satria.
Sementara itu, Ketua Forum Media Siber (Formasi) NTB, Panca Nugraha menekankan, tantangan memproduksi berita di media massa saat ini adalah bagaimana proses cek dan ricek benar-benar dilakukan.
“Kemajuan teknologi yang memudahkan wartawan menerima informasi mentah, berupa rilis dan info awal memang sangat membantu tugas jurnalistik dalam mencari berita. Tetapi tetap saja, kaidah jurnalistik tetap dikedepankan, tiap informasi tetap harus diuji kembali cek dan ricek tetap perlu dilakukan,” katanya.
Dalam diskusi tersebut, Logis dan insan media juga sepakat bahwa pers harus menjadi ujung tombak memerangi radikalisme.
Redaktur Paragraf, M Asror mengatakan, fungsi edukasi pers harus terus didorong agar masyarakat, khususnya di NTB tidak terjebak dalam radikalisme.
“Sehingga diskusi seperti ini pun harus rutin dilaksanakan secara berkala. Agar tugas besar kita melawan hoax dan radikalisme bisa dilakukan dengan lebih baik lagi ke depannya,” katanya.
Kegiatan diskusi berjalan lancar dan ditutup dengan kesepakatan bersama dan deklarasi melawan hoax dan melawan radikalisme. (Red)