GledekNews-Loteng. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang utama Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lombok, sekaligus yang bertanggungjawab dalam pembangunan Sirkuit Motto Grand Prix (MotoGP) mengalami kendala dalam pembebasan lahan.
Untuk mengetahui sampai sejauh mana perkembangan pembangunan KEK Lombok yang dilaksanakan oleh ITDC, maka Komisi VI dalam laporan kunjungan kerjanya, menyatakan bahwa sasaran kunker spesifik Komisi VI DPR RI ini dititikberatkan pada pengawasan terhadap kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan serta rencana program pembangunan yang akan dilakukan.
Objek yang dikunjungi dan dibahas adalah pembangunan KEK Mandalika yang mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 250 miliar pada Desember 2015 sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan iklim investasi yang diamanatkan kepada ITDC.
Selain itu, Komisi VI juga melaporkan, bahwa pemerintah menyarankan ITDC untuk mencari sumber pembiayaan lain yang salah satunya melalui Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang merupakan lembaga pembiayaan multilateral atau Multilateral Development Bank yang sahamnya dimiliki sejumlah negara dunia termasuk Indonesia sebagai pemegang saham terbesar ke-8 di AIIB.
Setelah persetujuan Dewan Direksi AIIB pada tanggal 7 Desember 2018 maka pada tanggal 31 Desember 2018 ITDC telah menandatangani perjanjian fasilitas pembiayaan Mandalika Urban & Tourism Infrastructure Project (MUTIP) senilai 248,4 juta dolar AS atau setara dengan 3,6 Triliun.
Fasilitas pembiayaan MUTIP memiliki masa tenor 35 tahun dan grace period atau masa tenggang selama 10 tahun serta bunga sesuai London Interbank Offered Rate (LIBOR) 6 bulan ditambah 1,4 persen per tahun dan sudah bisa dimanfaatkan sejak Agustus 2019.
Pembiayaan MUTIP ini merupakan pembiayaan pertama dengan jumlah terbesar secara standar lone/mandiri yang dilakukan AIIB di Indonesia. Pada skala global, MUTIP merupakan pembiayaan pertama AIIB bagi kegiatan pembangunan infrastruktur pariwisata.
Adapun kegiatan yang dilaksanakan di KEK Mandalika diantaranya adalah pembangunan jalan dalam kawasan, penyediaan air bersih, sanitasi dan drainase, pengolahan air limbah dan limbah padat, distribusi listrik, dan juga fasilitas pengelolaan risiko bencana, berbagai fasilitas publik dan ruang publik terbuka.
Walau modal untuk pembiayaan pembangunan KEK Lombok sudah tersedia sangat banyak yang bersumber dari Penyerdaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman dari lembaga pembiayaan dunia, namun sampai saat ini masih menyisakan masalah.
Masalah yang sampai saat ini masih belum mampu diselesaikan oleh pihak ITDC selaku pengembang adalah masih banyaknya tanah masyarakat yang belum dibayar sampai saat ini walau faktanya tanah masyarakat tersebut sudah diklaim sebagai wilayah KEK Lombok.
H. M. Syamsul Luthfi salah satu anggota Komisi VI DPR RI yang pernah turun secara langsung untuk melakukan pemantauan dan pengawasan di wilayah pembangunan KEK Lombok tersebut dan menemukan catatan tentang adanya permasalah lahan, baik dalam pengadaan, penetapan dan dasar hukum proses pengadaan lahan.
H. M. Syamsul Luthfi, anggota fraksi Nasdem menyampaikan, bahwa “berdasarkan temuan kita pada waktu melakukan pemantauan dan pengawasan ternyata pemerintah dan ITDC masih kelihatan santai menyikapi hal tersebut. Ujarnya.
Adanya tanah masyarakat sekitar yang belum dibayar tanahnya oleh pihak ITDC mengundang beberapa aktivis sosial angkat bicara untuk membela kepentingan masyarakat.
Ahmad,S.H. Aktivis Publik Institute selalu konsen untuk membela kepentingan masyarakat yang tanahnya belum dibayar menyatakan “ITDC seharusnya tidak mengalami kendala dalam urusan finansial untuk menyelesaikan pembayaran tanah masyarakat, karena ITDC sudah mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah”.
Ahmad juga menyampaikan bahwa “Persoalan pembebasan lahan untuk pembangunan sirkuit MotoGP, jika sebelumnya ITDC yang di depan dalam proses pembebasan lahan, kini tugas tersebut sudah diambil alih oleh pemerintah, mulai dari sosialisasi, penilaian oleh tim apraisal sampai dengan penetapan oleh pengadilan, baru kemudian melangkah ke proses pembayaran lahan yang dilakukan ITDC melalui pengadilan,” terangnya.
Penyelesaian masalah masih menggunakan pendekatan keamanan, persis orde baru. Rakyat dibuat tidak faham dengan situasinya sendiri, pemerintah terkesan lamban, perusahaan seperti pemilik lahan sendiri,” ujar Ahmad.
Lebih lanjut Ahmad menyatakan, dengan demikian maka pembangunan KEK Mandalika jangan terlalu dini membicarakan penyerapan tenaga kerja sebanyak 36.000 tenaga kerja, karena masalah lahan saja tidak mampu tuntaskan. Uang ada tapi seperti tidak punya niat baik untuk membayar lahan warga, apakah oknum ITDC dan pemerintah sedang melakukan “perjanjian rahasia” atau bahasa calonya itu kong kalikong,” tutup Akttifis Loteng itu. (WG-06)