GledekNews-Lotim. Keberadaan aset Pemda Lombok Timur yang selama ini dimanfaatkan sebagai tanah pecatu untuk Kades dan perangkat desa mengundang konflik antar desa induk dengan desa pemekaran. Pasalnya keberadaan tanah pecatu yang awalnya dikuasai dan dimanfaatkan oleh perangkat desa induk namun setelah pemekaran tanah pecatu tersebut harus dibagi dengan desa pemekaran.
Karena merasa keberatan kalau tanah pecatu yang sudah berpuluh-puluh tahun dikuasai oleh Desa Kerumut, namun setelah Desa Kerumut dipecah menjadi dua desa, yaitu Desa Kerumut dan Desa Anggaraksa, maka Desa Kerumut merasa keberatan kalau tanah pecatu yang sudah lama dijadikan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa (PDADes) tersebut kemudian harus berbagi dengan desa pecahannya, yaitu Desa Anggaraksa.
Atas dasar itulah kemudian Kepala Desa Kerumut melayangkan surat Kepada Kepala Desa Anggaraksa dengan Nomor : 141/09/Ds.Krmt/2020, Hal : Pengambalian Tanah Pecatu tertanggal 17 September 2020.
Kalamuddin, Kades Kerumut didalam surat yang dilayangkan kepada Kades Anggaraksa tersebut menyatakan “Sehubungan dengan tanah pecatu yang masih dipegang oleh Desa Pemekaran (Desa Anggaraksa) dan sudah beberapa kali disurati oleh BPD Desa Kerumut untuk di kembalikan ke Desa Induk (Desa Kerumut) sesuai Peraturan Bupati Kabupaten Lombok Timur, akan tetapi sampai saat ini masih belum di indahkan.
Lebih lanjut dalam surat yang dilayangkan oleh Kades Kerumut tersebut menyampaikan “kami dari Desa Kerumut akan melakukan pengambilan paksa”
Muclis, Kades Anggaraksa angkat bicara atas surat yang diterima dari Kades Kerumut tersebut, “bahwa surat Kades Kerumut yang mengancam untuk mengambil secara paksa tanah pecatu seluas ± 70 are yang kita kuasai tersebut sangat tidak pantas dan tidak elegan dan sudah bukan saatnya lagi pakai ancaman segala, apalagi tanah pecatu itu bukan untuk pribadi saya selaku Kepala Desa, tapi tanah pecatu tersebut kita sewakan 20 juta per tahun sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa dan tentu akan menimbulkan konflik antar desa jika sedikit-dikit harus dengan ancaman, sehingga untuk tidak menimbulkan persoalan atau konflik antar desa yang semakin meluas, maka sebaiknya persoalan tanah pecatu tersebut kita serahkan pengaturannya kepada pemiliknya, yaitu Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.
Aset daerah berupa tanah pecatu tersebut seharusnya dibagi secara proporsional untuk mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat dikedua desa, karena dari sekitar ± 10 hektar tanah pecatu yang awalnya dikuasai oleh Desa Kerumut sebelum pemekaran dan seluas sekitar 3,15 hektar terletak diwilayah Desa Anggaraksa, akan tetapi yang dikuasai oleh Desa Anggaraksa hanya seluas sekitar 70 are yang kemudian diancam mau diambil secara paksa oleh Kades Kerumut. Ungkap Kades Anggaraksa.
Lebih lanjut Muchlis mengatakan, bahwa seharusnya Desa Anggaraksa yang harus menutut Desa Kerumut untuk menyerahkan tanah pecatu seluas sekitar 2,45 hektar yang ada di wilayah Desa Anggaraksa yang sampai saat ini masih dikuasai oleh Desa Kerumut, masa tanah pecatu seluas sekiat 70 are yang hanya satu-satunya tanah pecatu yang dikuasai oleh Desa Anggaraksa juga harus diambil oleh Desa Kerumut dan tentu tidak mencerminkan keadilan kalau dengan pola pembagian seperti itu, terlebih kami dari Desa Anggaraksa juga harus mewujudkan visi misi pak Bupati untuk menciptakan satu desa satu lapangan, lalu bagaimana kami bisa mewujudkan visi misi pak Bupati kalau tanah pecatu yang kami kuasai hanya seluas sekitar 70 are juga mau diambil paksa oleh Kades Kerumut. Pungkas Kades Anggaraksa.
Sehingga agar kami bisa mewujudkan visi misi Pak Bupati untuk membuat lapangan, maka kami juga minta kepada Pak Bupati agar tanah pecatu seluas sekitar 2,45 hektar yang dikuasai oleh Desa Kerumut yang terletak diwilayah Desa Anggaraksa supaya diserahkan kepada Desa Anggaraksa demi mewujudkan rasa keadilan, sehingga dari sekitar 10 hektar keberadaan tanah pecatu tersebut bisa diserahkan melalui Keputusan Bupati seluas : 3,15 hektar untuk Desa Anggaraksa dan untuk mewujudkan hal itu kami dari Desa Anggaraksa akan bersurat secara resmi kepada Pak Bupati. Tegas Muchlis.
Suhaep Ashady,SH selaku Ketua BPD Anggaraksa yang juga dikenal sebagai pengacara senior di Lombok Timur ini mengatakan “Saya selaku Ketua BPD Desa Kerumut sangat menyesalkan Kades Kerumut mengirim surat ancaman untuk mengambil paksa tanah pecatu seluas 70 are yang dikuasai oleh Desa Anggaraksa, karena Kades Kerumut sudah memposisikan dirinya sebagai seorang eksekutor yang menjadi kewenangan pengadilan dan jika hal itu dilakukan, maka tentu kami dari Desa Anggaraksa tidak akan tinggal diam dan tentunya karena saya seorang praktisi hukum, maka akan kita layani secara hukum”
Ashady juga menyampaikan “bahwa ancaman yang dilayangkan oleh Kades Kerumut untuk mengambil paksa tanah pecatu tersebut justru akan mengundang kegaduhan atau keributan antar warga dikedua desa dan jika itu terjadi, maka siap-siap Kades Kerumut harus bertanggung jawab secara hukum, dan kami dari Desa Anggaraksa tidak akan pernah mau menyerahkan tanah pecatu tersebut dan selain itu kami juga akan melakukan hal yang sama sebagaimana dilakukan oleh Kades Kerumut yaitu akan melayangkan surat permohonan kepada Pak Bupati agar semua tanah pecatu seluas sekitar 10 hektar tersebut dibagi secara proporsional, artinya kami dari desa mekar juga tahu dan sadar diri, sehingga tidak akan mungkin dari sekitar 10 hektar tersebut harus dibagi dua”
Karena kami desa mekar, maka kami hanya menuntut agar tanah pecatu seluas sekitar 2,45 yang terletak di wilayah Desa Anggaraksa yang masih dikuasai oleh Desa Kerumut agar bisa dikuasai dan dimanfaatkan untuk kemajuan masyarakat Anggaraksa, sehingga kalau yang 2,45 hektar tersebut juga diserahkan kepada Desa Anggaraksa, maka total tanah pecatu yang nantinya akan dikuasai oleh Desa Anggaraksa yaitu seluas 3,15 hektar dan seuas 70 are yang sudah dikuasai oleh Desa Anggaraksa akan tetapi mau diambil paksa oleh Kades Kerumut tersebut akan kami buat jadi lapangan desa. Tegas Ashady. (Red).